Minggu, 02 Maret 2025

CAHAYA DI BALIK SENYUMAN

Sejak kecil, Soraya melihat ibunya, seorang dokter kandungan, membantu para ibu yang melahirkan. Namun, ada satu hal yang menarik perhatiannya, bukan hanya proses persalinan ibu melahirkan, melainkan bagaimana perasaan para ibu setelah melahirkan. Ada yang bahagia, ada yang cemas bahkan ada yang tampak begitu lelah dan putus asa. Saat Soraya tumbuh dewasa, ia menyadari bahwa tidak semua ibu siap untu peran barunya. Ada yang mengalami kesulitan menyusui, ada yang merasa ketakutan dan bahkan ada yang mengalami depresi pascamelahirkan.


Ketika memasuki universitas, Soraya memilih untuk mengambil jurusan psikologi. Soraya banyak belajar tentang kesehatan mental ibu. Ia pun berkesempatan magang di sebuah klinik laktasi ibu dan anak. Disitu banyak mendengarkan para ibu yang merasa gagal produksi ASI nya, merasa sedih karena merasa tidak cukup ASI yang diberikan ke bayinya dan bahkan sampai tertekan karena omongan keluarga terdekatnya.

***

Perjalanan Soraya tidaklah mudah, tetapi ia percaya bahwa perjuangannya akan membuahkan hasil. Saat Soraya memutuskan untuk membuka klinik laktasi, khusus untuk ibu menyusui, banyak yang meragukannya. Terutama dari keluarganya sendiri.

“Kenapa harus fokus ke ibu menyusui? Apa ada yang mau datang nanti ke klinik itu?” ujar ibunya suatu malam saat mereka berkumpul bersama di ruang keluarga.

Ibunya meski seorang dokter, tidak sepenuhnya yakin kepada Soraya. “Mungkin sebaiknya kamu bisa jadi psikolog umum dulu. Baru pelan-pelan mengembangkan klinik ini, Nak.” Ucap ibunya kepada Soraya.

Setiap ibu yang datang ke kliniknya, membawa cerita yang berbeda. Tetapi satu hal yang sama: mereka butuh dukungan, bukan hanya secara fisik, tetapi juga mental. Beberapa orang masih meremehkan usahanya. Ada yang menganggapnya tidak lebih dari sekedar “tempat curhat”. Bahkan ada beberapa koleganya sesama psikolog berkata “Mungkin kamu harus lebih fokus ke permasalahan yang lebih berat misal deprsesi berat, gangguan kecemasan, mungkin masalah itu lebih penting untuk ditangani.”

Soraya tidak goyah, ia hanya tersenyum. Baginya, kesehatan mental ibu menyusui adalah fondasi awal dari kesehatan anak-anak yang nantinya akan menjadi generasi penerus bangsa. Jika seseorang ibu menyusui didukung, anak-anaknya pun akan tumbuh lebih sehat secara fisik dan emosional. Sebab banyak ibu-ibu yang merasa gagal ketika proses menyusui, banyak dari mereka yang depresi dan sayangnya, kesehatan mental mereka masih banyak diabaikan oleh keluarga terdekatnya pula.

Salah satu kisah yang masih membekas sampai saat ini dalam hati Soraya adalah tentang sosok ibu muda yang bernama Asma, yang baru melahirkan seorang bayi pertamanya. Namun, setiap kali mencoba menyusui bayinya, Asma merasa cemas dan takut yang luar biasa. Ketakutannya kalau bayinya tidak mendapatkan ASI yang cukup, setiap malam Asma menangis diam-diam agar suaminya tidak tahu betapa tertekan dirinya saat itu. Itulah salah satu alasannya untuk membuka klinik ini. Bisa mendampingi Asma dengan penuh kesabaran, tanpa menghakimi dan meyakinkan sosok ibu muda bahwa ia bukan ibu yang buruk dan bisa memberinya dukungan secara emosional.

***

Benar saja, ketika kliniknya dibuka, pasien tidak langsung datang dalam jumlah yang besar. Banyak ibu menyusui masih enggan untuk datang, berbagi cerita tentang kecemasan, depresi dan ketakutan yang mereka alami selama menyusui. Tapi Soraya tidak menyerah, ia mulai mengadakan seminar-seminar di rumah sakit, puskesmas dan komunitas ibu menyusui. Berbicara tentang pentingnya ASI, bukan hanya sebagai nutrisi terbaik untuk bayi, tetapi juga sebagai momen ikatan emosional yang mendalam antara ibu dan anak. Dari seminar-seminar yang menarik perhatian tersebut, perlahan kliniknya pun mulai dikenal.

Setiap hari, saat Soraya duduk di ruang konsultasinya, mendengarkan cerita para ibu yang datang dengan mata sembab, suara yang bergetar dan hati penuh kecemasan. Ia melihat air mata yang jatuh tanpa suara, sebagai seorang psikolog, ia tahu itu adalah tanda dari ketakutan yang sering kali tidak terucapkan. Ia dengan sabar, mendengarkan dengan penuh perhatian.

Ia mulai mengambil langkah lebih besar. Ia tidak hanya duduk manis di kliniknya, hanya diam menunggu pasien datang. Tapi, Ia mendatangi berbagai rumah sakit, mengunjungi komunitas-komunitas ibu menyusui, berbicara di seminar-seminar. Ia ingin setiap ibu tahu bahwa mereka tidak sendirian, bahwa ada tempat bagi mereka untuk berbagi dan mendapatkan dukungan. 

“Kamu ibu yang hebat. Kamu sudah melakukan yang terbaik. Kamu adalah ibu yang menjadi tempat bernaung bagi anakmu.” Ucap Soraya disetiap sesi pertemuan dengan ibu yang menangis ketika ASI nya tidak keluar, ibu yang takut bayinya tidak cukup kenyang meski sudah menyusui berjam-jam dan ibu yang merasa sendirian dihakimi oleh keluarga karena memilih menyusui atau bahkan karena tidak bisa menyusui bayinya. Semakin banyak Soraya mendengar kisah-kisah ini, semakin kuat tekadnya. Ia tidak ingin ada tangisan ibu yang merasa sendiri dalam perjalanan menyusui bayinya. Baginya, setiap tangisan ibu adalah panggilan untuknya agar terus berjuang. 

Kini, klinik Soraya berkembang lebih besar. Beberapa organisasi kesehatan mulai bekerja sama dengannya, untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya kesehatan mental ibu menyusui. Bahkan, kliniknya sekarang tidak hanya menangani ibu menyusui, tetapi juga memberikan pelatihan bagi tenaga kesehatan tentang bagaimana mendukung kesehatan mental ibu dan anak. Ia membangun komunitas yang lebih luas, memastikan bahwa setiap ibu mendapatkan tempat untuk berbagi dan mendapatkan dukungan.

***

“Ibu yang bahagia akan melahirkan generasi yang sehat dan kuat. Dan tugas kita semua adalah memastikan mereka, para ibu, tidak berjalan sendirian.” Pesan Soraya di setiap seminar yang ia adakan kepada para ibu yang hadir.

Tanpa disangka, suatu hari ibunya datang ke salah satu seminar yang dihadiri oleh Soraya. Ia duduk di barisan paling belakang, memperhatikan dengan seksama bagaimana putrinya berbicara penuh semangat. Menyampaikan pentingnya kesehatan mental ibu menyusui. Ibunya melihat bagaimana para tamu yang hadir, kebanyakan adalah ibu-ibu yang sedang berjuang menyusui anaknya, menyimak dengan serius. Bahkan beberapa dari mereka sampai meneteskan air mata karena merasa didengar dan dimengerti.

Setelah selesai seminar, ibunya mendekati seorang ibu muda yang tampak emosional. Dengan nada pelan, ibu itu berkata, “ Saya ingin berterima kasih kepada Bu Soraya. Saya hampir menyerah menyusui karena tekanan dari keluarga saya sendiri. Tapi setelah konsultasi dengan beliau, saya merasa lebih kuat.”

Mendengar perihal itu, mata ibu Soraya berkaca-kaca. Ia baru sadar bahwa seberapa besar dampak yang telah diberikan putrinya. Sore itu, ketika Soraya pulang ke rumah, ibunya memeluknya erat.

“Maafkan Mama kalau dulu ragu. Sekarang Mama telah mengerti. Kamu telah melakukan sesuatu yang sangat luar biasa.” Ucap ibunya kepada Soraya. Mereka berdua berpelukan erat, saling menguatkan satu sama lain.

“Iya Ma. Mohon doakan Soraya disetiap sujud Mama. Agar mampu menjalani ini semua. Menjadi seorang psikolog bukan hanya sekedar pekerjaan, ini adalah panggilan hati Ma.” Balas Soraya kepada Ibunya.

***

Tak hanya Ibunya, ayahnya yang awalnya pesimis, perlahan mulai berubah. Ia melihat berita, putrinya yang diundang sebagai pembicara dalam konferensi kesehatan mental ibu nasional. Ia mendengar teman-temannya berbicara tentang betapa penting dan bermanfaatnya klinik yang didirikan oleh Soraya. Perlahan, rasa bangga mulai menghilangkan keraguan yang dulu pernah ada di dalam benak ayahnya.

“Para ibu yang dulu menangis di ruang konsultasi, kini datang bukan lagi sebagai pasien, tetapi sebagai sahabat bagi ibu-ibu yang lain. Mereka berbagi pengalaman, memberi dukungan dan menciptakan komunitas yang saling peduli serta menguatkan satu sama lain.” Cerita Soraya kepada ayahnya dengan penuh semangat, di ruang tamu tempat mereka berbagi cerita dan saling menguatkan.

“Aku bangga padamu, Nak.” Ucap ayahnya kepada Soraya. Ayahnya tersenyum bahagia melihat kebahagiaan yang terpancar di wajah anaknya sekarang.

Akhirnya, setelah bertahun-tahun berjalan sendiri, kini Soraya tidak lagi sendirian. Dulu, ketika dukungan keluarganya ragu. Mereka menganggap klinik ini tidak akan bertahan lama. Mimpinya terlalu idealis. Tapi Soraya tidak peduli, bahkan ketika Soraya mulai dikenal, menjadi pembicara di berbagai tempat seminar, keluarga mengganggap bahwa perjuangannya masih sia-sia. Namun, seiring berjalannya waktu, semua mulai berubah. Sekarang, dukungan dari keluarganya berdiri disampingnya, mendukung setiap langkah yang ia ambil. 

Pertanyaan mereka tak lagi berkutat “Apakah klinik ini akan bertahan?.” Tetapi justru sekarang berkata, “Kami bangga padamu. Teruslah membantu para ibu.”

Dan baginya, itu adalah hadiah terbaik yang ia terima dalam perjalanan panjang ini. Ia tahu, perjuangannya belum berakhir. Tapi kini, ia melangkah lebih kuat, karena ia tidak hanya membawa mimpinya sendiri, tetapi juga harapan dari ribuan ibu yang pernah merasa sendiri. Soraya tersenyum, satu hal yang ia fahami bahwa ia tidak pernah salah memilih jalan. Ia ingin ada di sana, menjadi cahaya bagi para ibu yang merasa sendirian dalam perjalanan menyusui dan membesarkan anak. Ia akan terus melangkah, karena masa depan generasi emas Indonesia, dimulai dari ibu yang sehat dan bahagia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PELUKKU, UNTUK CAHAYA PERTAMAKU Anakku... Kau hadir seperti fajar yang kutunggu Membelah malam panjang penuh tanya Tangismu pertama kali Ada...